PERKEMBANGAN KOLONIALISME INGGRIS DI
INDONESIA
Sejak tahun 1806
Inggris berusaha melemahkan kekuasaan Belanda di Nusantara. Usaha itu memuncak
pada tahun 1810 dan serangan yang menentukan terjadi pada 1811. Sejak saat itu
Indonesia resmi dikuasai EIC (East India Company), organisasi dagang
Inggris di India Timur. 18 September 1811 adalah tanggal dimulainya kekuasaan
Inggris di Hindia. Pusatnya berkedudukan di Batavia.
Latar belakang
pendudukan Inggris adalah:
1. Continental Stelsel yang diterapkan oleh Napoleon di Eropa
(1806) dengan memblokade perdagangan Inggris di Eropa Daratan. Inggris yang
tumbuh menjadi negara industri besar membutuhkan daerah pasaran yang luas. Oleh
karena itu, India dan Nusantara akan dijadikan tempat pemasaran barang-barang industri
Inggris.
2. Nusantara yang praktis dikuasai Perancis (Belanda-Perancis)
merupakan bahaya laten bagi kekuasaan Inggris di Asia.
Pada 4 Agustus 1811
sebanyak 60 kapal Inggris di bawah komando Raffles telah muncul di perairan
sekitar Batavia. Tepatnya tanggal 26 Agustus 1811, Batavia jatuh ke tangan
Inggris. Gubernur Jenderal Jansen, pengganti Daendels, akhirnya tidak mampu
bertahan dan menyerah. Akhir dari penjajahan Belanda-Perancis ditandai dengan
adanya Kapitulasi Tuntang pada tanggal 18 September 1811, yang isinya:
a. Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris.
b. Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
c. Semua pegawai Belanda yang mau bekerja sama dengan Inggris dapat
memegang jabatannya terus.
d. Semua hutang Pemerinth Belanda yang dahulu, bukan menjadi
tanggung jawab Inggris.
Kapitulasi Tuntang
ditandatangani oleh S. Auchmuty dari pihak Inggris dan Janssen dari pihak
Belanda. Seminggu sebelumnya,( raja muda) Gubernur Jenderal Lord Minto yang
berkedudukan di India, secara resmi mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai
penguasa, sekaligus Wakil Gubernur (Lieutenant Governor) di Jawa dan bawahannya
(Bengkulu, Maluku, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan Selatan). Ini berarti bahwa
Gubernur Jenderal tetap berkedudukan/berpusat di Calcuta, India. Sehingga,
secara politis Jawa bergantung pada kebijakan Inggris di India. Tapi dalam
pelaksanaannya, Raffles berkuasa penuh di Nusantara.
Pemerintahan Raffles
cenderung mendapat tanggapan positif dari para raja dan rakyat setempat,
dikarenakan:
1. Para raja dan rakyat Nusantara tidak menyukai pemerintahan
Daendels yang sewenang-wenang dan kejam.
2. Ketika masih berkedudukan di Penang, Malaysia, Raffles beberapa
kali melakukan misi rahasia ke kerajaan-kerajaan yang anti Belanda di
Nusantara, seperti Palembang, Banten, dan Yogyakarta dengan janji akan
memberikan hak-hak lebih besar kepada kerajaan-kerajaan tersebut.
3. Sebagai seorang liberalis, Raffles memiliki kepribadian yang
simpatik. Ia menjalankan politik murah hati dan sabar walaupun dalam praktiknya
berlainan.
Dalam menjalankan
pemerintahannya, Raffles berpegang pada 3 prinsip:
a). Segala bentuk kerja rodi dan penyerahan wajib dihapus, diganti
penanaman bebas oleh rakyat.
b). Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan para
bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintah kolonial.
c). Atas dasar pandangan
bahwa tanah itu milik pemerintah, maka rakyat penggarap dianggap sebagai
penyewa.
A. KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
THOMAS STAMFORD RAFFLES (1811-1816)
Raffles juga
didampingi oleh suatu badan penasihat (Advisory Council) dalam menjalankan
pemerintahannya, terdiri atas Gillespie, Cranssen, dan Muntinghe (seorang yang
berpendidikan Inggris yang pernah menjadi penasihat Daendels).
Tindakan-tindakan
Raffles selama memerintah di Nusantara:
a. Bidang Pemerintahan
Prinsip-prinsip
pemerintahan Raffles sangat dipengaruhi oleh pengalaman Inggris di India. Pada
hakekatnya, Raffles ingin menciptakan suatu sistem yang bebas dari unsur
paksaan seperti yang diterapkan oleh VOC dan Daendels.
Langkah/tindakan-tindakan
Raffles:
1. Pulau Jawa dibagi menjadi 16 karesidenan. Setiap karesidenan
dibagi menjadi beberapa distrik. Setiap distrik terdapat beberapa divisi
(kecamatan), yang merupakan kumpulan dari desa.
2. Merubah sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguasa
pribumi menjadi sistem kolonial yang bercorak barat. Sistem pemerintahan feodal
oleh Raffles dianggap dapat mematikan usaha-usaha rakyat. Akan tetapi, dalam
praktiknya, penghormatan tradisional antara rakyat dan pemimpinnya sulit
dihilangkan.
3. Bupati-bupati atau pengusaha-pengusaha pribumi dilepaskan
kedudukannya yang mereka peroleh secara turun-temurun. Mereka dijadikan pegawai
pemerintah kolonial yang langsung di bawah kekuasaan pemerintah pusat.
Selain itu, Raffles
juga membina hubungan baik dengan para pangeran dan penguasa yang sekiranya
membenci Belanda. Strategi itu digunakan untuk memperkuat kedudukan dan
mempertahankan keberlangsungan kekuasaan Inggris, sekaligus sebagai upaya
mempercepat penguasaan Pulau Jawa sebagai basis kekuatan untuk menguasai
Nusantara. Namun, setelah berhasil mengusir Belanda dari Hindia, ia mulai
menampakkan sikap tidak tahu balas budi, dengan mulai tidak simpatik pada
tokoh-tokoh yang membantunya.
Pada masa
pemerintahannya, ia juga turut campur tangan dalam konflik di lingkungan
Kasultanan Yogyakarta. Ia membantu Sultan Raja untuk memaksa Sultan Sepuh
(Sultan Hamengkubuwana II) turun dari tahta. Setelah berhasil menurunkan Sultan
Hamengkubuwana II dan Sultan Raja dikembalikan sebagai Sultan Hamengkubuwana
III, dengan menandatangani kontrak dengan Inggris, yang isinya:
1. Sultan Raja secara resmi ditetapkan sebagai Sultan
Hamengkubuwana III dan Pangeran Natakusuma (saudara Sultan Sepuh) ditetapkan
sebagai penguasa tersendiri di wilayah bagian dari Kasultanan Yogyakarta dengan
gelar Paku Alam I.
2. Sultan Hamengkubuwana II dengan puteranya, Pangeran
Mangkudiningrat diasingkan ke Penang.
3. Semua harta benda milik Sultan Sepuh selama menjabat sebagai
sultan dirampas menjadi milik pemerintah Inggris.
b. Bidang Ekonomi
Pandangannya di bidang
ekonomi cukup revolusioner. Ia melakukan beberapa tindakan untuk memajukan
perekonomian di Hindia dan meningkatkan keuntungan pemerintah kolonial.
Beberapa tindakannya antara lain:
1. Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem
penyerahan wajib (Verplichte Leverantie) yang sudah diterapkan sejak
zaman VOC, karena dianggap terlalu berat sehingga mengurangi daya beli rakyat.
2. Petani diberi kebebasan untuk menanam tanaman ekspor, sedang
pemerintah hanya berkewajiban membuat pasar untuk merangsang petani menanam
tanaman ekspor yang paling menguntungkan.
3. Menetapkan sistem sewa tanah (land rent), didasarkan pada
anggapan bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik tanah dan para petani
dianggap sebagai penyewa tanah. Maka, petani diwajibkan membayar pajak atas
pemakaian tanah pemerintah. Besarnya pajak ditentukan oleh jenis dan produksi
tanah yang dibagi menjadi:
1) Kelas I, tanah subur. Pajak ½ dari hasil bruto.
2) Kelas II, tanah setengah subur. Pajak 1/3 dari hasil bruto.
3) Kelas III, tana tandus. Pajak 2/5 dari hasil bruto.
Tidak dilaksanakan di
sekitar Jakarta (Batavia)à umumnya dimiliki swasta; dan daerah Parahiyanganà sistem
tanam paksa kopi banyak menghasilkan keuntungan.
Maksud dan tujuan:
a) Petani dapat menanam dan menjual hasil panen secara bebas à memotivasi
mereka agar bekerja lebih giat sehingga lebih sejahtera.
b) Daya beli masyarakat makin meningkat à dapat
membeli barang-barang industri Inggris.
c) Pemerintah kolonial punya pemasukan negara secara tetap dan
terjamin.
d) Memberi kepastian hukum atas tanah yang dimiliki petani.
e) Secara bertahap untuk mengbah sistem ekonomi barang à ekonomi
uang.
Menimbulkan
perubahan-perubahan penting:
·
Unsur paksaan diganti
dengan unsur kebebasan dan suka rela.
·
Ikatan yang bercorak
tradisional diubah à hubungan perjanjian/kontrak
·
Ikatan adat-istiadat
yang sudah berjalan turun temurun semakin longgar, karena pengaruh budaya
barat.
Hambatan-hambatan:
1) Keuangan negara dan pegawai-pegawai yang cakap jumlahnya
terbatas.
2) Masyarakat Indonesia beda dengan India yang sudah mengenal
ekspor.
3) Sistem ekonomi desa waktu itu belum memungkinkan untuk
diterapkan ekonomi uang.
4) Belum ada pengukuran tanah milik penduduk secara tepat à pemungutan
pajak tanah mengalami kesulitan.
5) Ada pejabat yang bertindak sewenang-wenang dan korup.
6) Pajak terlalu tinggi à banyak tanah
tidak digarap.
Sistem ini akhirnya
mengalami kegagalan.
4. Pemungutan pajak dipungut per desa. Kalau berupa uang,
diserahkan kepada kepala desa untuk kemudian disetorkan ke kantor residen, tapi
kalau dengan beras, yang bersangkutan harus mengirimnya ke kantor residen
setempat atas biaya sendiri.
5. Meletakkan desa sebaga unit administrasi penjajahan, dimaksudkan
agar desa menjadi lebih terbuka sehingga bisa berkembang.
6. Penghapusan sistem monopoli.
c. Bidang Hukum
Sistem peradilannya
lebih baik daripada yang dilaksanakan Daendels à lebih
berorientasi pada besar-kecilnya kesalahan. Badan-badan penegak hukum:
1. Court of justie: di tiap residen.
2. Court of request: di tiap divisi.
3. Police of magistrate.
Menurutnya, pengadilan
harus tunggal dan mendapat pengayoman dari pemerintah, pengadilan yang selama
ini dilaksanakan oleh para bupati ditiadakan karena akan menimbulkan dualisme
hukum.
d. Bidang Sosial
- Penghapusan kerja rodi dan perbudakan (meskipun dalam prakteknya
ia melanggar undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis
perbudakan).
- Peniadaan pynbank (disakiti), yaitu hukuman
yang sangat kejam dengan melawan harimau.
e. Bidang Ilmu
Pengetahuan
- Ditulisnya buku “History of Java”. Ia dibantu oleh juru
bahasanya, Raden Ario Notodiningrat dan Bupati Sumenep, Notokusumo II. Buku ini
diterbitkan di London, 1817 dan dibagi dalam dua jilid. Jilid I tentang
kebudayaan Jawa dan perekonomian, jilid II tentang sejarah Jawa dan
bangunan-bangunan dari zaman Hindu-Buddha di Jawa.
- Memberi bantuan pada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk
mengadakan penelitian à menghasilkan buku
“History of the East Indian Archipelago”, diterbitkan dalam 3 jilid di
Edinburg, 1820.
- Aktif mendukung Bataviaach Genootschap, sebuah
perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
- Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi.
- Dirintisnya Kebun Raya Bogor.
B. BERAKHIRNYA KEKUASAAN THOMAS STAMFORD RAFFLES
Ditandai dengan adanya
Convention of London, 1814. Perjanjian yang ditandatangani di London oleh
wakil-wakil Belanda dan Inggris, yang isinya:
1) Nusantara
dikembalikan pada Belanda.
2) Jajahan Belanda,
seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana, tetap di tangan Inggris.
3) Cochin (di Pantai
Malabar) diambil alih oleh Inggris, sedangkan Bangka diserahkan oleh Belanda
sebagai gantinya.
Perjanjian ini lahir
pada masa pemerintahan John Fendall, pengganti Raffles yang baru berkuasa
selama 5 hari. Raffles kemudian diangkat menjadi gubernur di Bengkulu, meliputi
Bangka dan Belitung. Karena pemerintahan Raffles berada di antara dua masa
penjajahan Belanda, pemerintahan Inggris itu disebut sebagai masa Interregnum (masa
sisipan).